Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Loto Srinaita Ginting mengatakan banyak pertimbangan yang menjadi kajian pemerintah saat ini. Beberapa di antaranya adalah aturan main dan proses penerbitan Panda Bonds. Hanya saja, ia menegaskan pemerintah belum tentu akan menerbitkan obligasi valas itu.
"Tapi memang ada peluang bagi kami untuk menerbitkan Panda Bonds sebagai alternatif sumber pembiayaan. Berdasarkan peluang yang ada, pemerintah dapat mengkaji lebih lanjut," kata Loto kepada CNNIndonesia.com, Jumat (26/7).
Selain proses penerbitan Panda Bonds, pertimbangan lain yang dipikirkan pemerintah adalah kesesuaian dengan target portofolio utang negara. Jika pemerintah lebih menekankan profil SBN bertenor jangka panjang, Panda Bond tidak bisa dijadikan pilihan lantaran tenornya hanya berkisar tiga hingga lima tahun saja.
Namun, apabila pemerintah ingin mengefisienkan ongkos pendanaan, Panda Bonds tentu bisa dipertimbangkan. Tentu saja, hal tersebut harus dibandingkan dengan portfolio SBN valas pemerintah yang saat ini terdapat dalam bentuk dolar AS, yen, dan euro."Kalau mereka kompetitif, ada ruang bagi pemerintah untuk menggunakan ini (Panda Bonds)," jelas dia.
Tak ketinggalan, pemerintah juga mengkaji tentang kelangsungan permintaan dari Panda Bonds tersebut. "Jika memang arah ke depan kapasitas pasarnya sustain, selalu ada, dan size-nya bisa semakin besar, itu juga bisa jadi pertimbangan kami," pungkasnya.
Sebagai informasi, Panda Bonds merupakan instrumen utang yang diperkenalkan China sejak 2005 silam, di mana penerbit obligasi yang bukan berasal dari Negeri Tirai Bambu itu bisa menerbitkan obligasi dalam denominasi renminbi. Tercatat, sudah ada beberapa negara yang menggunakan Panda Bonds sebagai sumber pembiayaan anggaran, sebut saja Polandia dan Filipina.Data DJPPR Kemenkeu, per 17 Juli 2019. mencatat penarikan SBN valas sudah mencapai Rp89,41 triliun atau 22 persen dari total penarikan utang bruto pemerintah sebesar Rp408,87 triliun. SBN valas itu terdiri atas denominasi dolar AS sebesar Rp43,4 triliun, euro sebesar Rp22,82 triliun, dan yen sebesar Rp23,19 triliun.
Tahun ini, pemerintah membutuhkan pembiayaan sebesar Rp825,7 triliun untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditarget 1,84 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Rencananya, 14 persen hingga 17 persen diantaranya disokong oleh SBN valas.
[Gambas:Video CNN] (glh/sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2yc5mzA
via IFTTT
No comments:
Post a Comment