Mereka ternyata mencatat rugi bersih sebesar US$175 juta, atau sekitar Rp2,45 triliun.
Berdasarkan laporan keterbukaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikutip Jumat (26/7), Garuda Indonesia menyesuaikan pendapatan lain-lain bersih dari sebelumnya US$278,8 juta menjadi US$38,9 juta.Hanya saja, perusahaan tidak melakukan restatement atas beban-bebannya, kecuali beban pajak yang tadinya US$14 juta menjadi US$46 juta.
Perubahan laba juga mempengaruhi total ekuitas perusahaan. Jika tadinya ekuitas tercatat US$910,2 juta maka kini ekuitas perusahaan disesuaikan US$180 juta menjadi US$730,1 juta.Penyesuaian juga terlihat di dalam pencatatan total aset dari sebelumnya US$4,37 miliar menjadi US$4,16 miliar dan liabilitas dari sebelumnya US$3,46 miliar menjadi US$3,43 miliar.Tak hanya itu, perusahaan juga melakukan restatement atas beberapa indikator pada laporan keuangan kuartal I 2019. Akibat perubahan laba, maka perusahaan memperbaiki posisi ekuitas kuartal I dari US$971,1 juta menjadi US$791,1 juta.Kemudian, penyesuaian dilakukan pada pencatatan total aset dari US$4,53 miliar menjadi US$4,32 miliar dan liabilitas dari US$3,56 miliar menjadi US$3,53 miliar.
Sekadar informasi, restatement ini merupakan kewajiban dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kewajiban diberikan imbas dari laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 yang bermasalah.[Gambas:Video CNN]
Masalah laporan keuangan tersebut muncul setelah dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak untuk mendatangani laporan keuangan 2018.
Padahal sebelumnya perusahaan merugi sebesar US$216,58 juta.
Adapun di dalam restatement tersebut, anak usaha Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia disebut telah menulis surat ke Mahata untuk membatalkan kontrak sesuai rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). (glh/agt)from CNN Indonesia https://ift.tt/2GvajIi
via IFTTT
No comments:
Post a Comment