Sebagai pembanding, pada September 2019, laju pertumbuhan uang beredar mencapai 7,1 persen.
"Perlambatan M2 berasal dari seluruh komponennya," ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (29/11).
Sebelumnya, M2 terdiri dari uang dalam arti sempit (M1), uang kuasi, dan surat berharga yang berada dalam sistem moneter. Laju komponen M1 (uang kartal dan uang giral) melemah dari 6,9 persen pada September 2019 menjadi 6,6 pesen. Perlambatan itu terutama berasal dari tertahannya laju giro rupiah. Sementara, laju uang kartal meningkat dari 4,0 persen pada September 2019 menjadi 5,1 persen pada Oktober 2019.
Selanjutnya, komponen uang kuasi pertumbuhannya melambat dari 7 persen menjadi 6,1 persen. Hal itu dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan simpanan berjangka, tabungan, dan giro valuta asing.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, perlambatan laju M2 pada bulan lalu disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan aktiva luar negeri bersih serta aktiva dalam negeri bersih.
Pertumbuhan aktiva luar negeri bersih melambat dari 2,7 persen pada September menjadi 1,9 persen. Sementara itu, aktiva dalam negeri bersih pada Oktober 2019 tumbuh sebesar 7,9 persen, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya, 8,6 persen.
"Perlambatan pertumbuhan aktiva dalam negeri bersih terutama disebabkan oleh penyaluran kredit yang tumbuh lebih rendah, dari 8,0 persen menjadi 6,6 persen pada Oktober 2019," tuturnya.
Lebih lanjut, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat mengalami kontraksi sebesar -10,0 persen, lebih dalam dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya sebesar -7,5 persen.
"Perkembangan tersebut sejalan dengan peningkatan kewajiban sistem moneter kepada Pemerintah Pusat terutama dalam bentuk simpanan," pungkasnya. (sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2DrxIbV
via IFTTT
No comments:
Post a Comment