"Preferensi masyarakat yang dulunya suka berbelanja bulanan di ritel besar, kini mungkin tidak terlalu banyak. Jadi, belanjanya lebih cepat mingguan, bahkan harian," ujarnya, Selasa (30/7).
Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan pendapatan ritel kecil yang melampaui ritel besar. Pada kuartal I 2019, ritel besar, seperti Hero Supermarket hanya mampu mengantongi pertumbuhan pendapatan 0,5 persen, Matahari Department Store 1,7 persen, dan Ramayana minus 0,4 persen.
Sebaliknya, pertumbuhan pendapatan ritel mungil, seperti Indomaret malah meroket 57 persen, Alfamart naik 13,9 persen, dan Alfamidi meningkat 12,7 persen. Menurut Faisal, pasar tradisional sekalipun bernasib serupa ritel besar. Mereka tidak mampu melawan inovasi ritel kecil.
Asosiasi Pemasok Pasar Indonesia (AP3MI) melansir penjualan toko tradisional merosot 4 persen pada semester I 2019. "Jadi, sebagian pangsa pasar tradisional dan ritel besar ini masuk ke ritel modern kecil," imbuh dia.Justru, sambung dia, kini masyarakat mendatangi ritel besar umumnya lebih kepada hal-hal yang bersifat leisure. Misalnya, makan dan hiburan.
Konsumsi Masih BerdenyutSebelumnya, Ekonom Senior Purbaya Yudhi Sadhewa menuturkan sektor ritel lesu akibat kebijakan pemerintah, tak terkecuali Bank Indonesia (BI). "Kemungkinan besar memang ada kebijakan yang dijalankan, namun belum optimal, sehingga ekonomi kita tidak bisa lari," katanya.
Menurut dia, daya beli masyarakat merupakan konsekuensi dari ramuan kebijakan fiskal dan moneter. Penyebab ekonomi kurang darah bisa dilihat dari seberapa longgar pengelolaan fiskal dan moneter. "Mungkin, masih bisa ditingkatkan lagi (kebijakannya)," jelasnya.
Faisal tak setuju. Ia mengisyaratkan konsumsi masyarakat masih berdenyut. Tengoklah, pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif stabil di kisaran 5 persen. Meski demikian, diakui trennya menunjukkan perlambatan.
[Gambas:Video CNN]
"Ada kecenderungan perlambatan setelah Pemilu, tetapi tidak sampai sangat kontraktif seperti tahun 2017," tutur dia.
Karenanya, ia meminta pemerintah juga berhati-hati menjaga konsumsi, utamanya kelas menengah. Sebab, kontribusi konsumsi kelas menengah ini berkisar 60 persen terhadap total konsumsi rumah tangga.
Ia menuturkan kelas menengah lebih waspada terhadap isu-isu yang berkembang. Khususnya hal yang terkait dengan pendapatan dan konsumsi mereka, misalnya pelemahan nilai tukar rupiah, kenaikan inflasi, dan lainnya.
"Jadi kalau ada kebijakan yang kontraproduktif dari kelas menengah ini, kami khawatirkan akan terjadi perlambatan," tandasnya.
(ulf/bir)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2ZksXdn
via IFTTT
No comments:
Post a Comment