Di masa yang menyulitkan, perusahaan asuransi raksasa asal China, Ping An Insurance tiba-tiba mengulurkan tangan untuk mengevaluasi sistem teknologi informasi (TI) BPJS Kesehatan. Sistem itu disebut-sebut sebagai salah satu sumber masalah yang menyebabkan defisit arus kas lembaga asuransi milik negara tersebut semakin dalam.
Kabar tawaran bantuan itu datang dari Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang mengaku membawa Ping An ke Indonesia untuk bertemu manajemen BPJS Kesehatan.
Luhut meyakini evaluasi sistem TI oleh Ping An bisa membantu BPJS Kesehatan memperbaiki tingkat kepatuhan peserta membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sehingga penerimaan iuran bisa lebih baik. Pada akhirnya, lubang defisit bisa ditambal.
Jika sistem IT diperbaiki, data peserta BPJS Kesehatan seharusnya bisa disambungkan pada sistem Dirjen Imigrasi dan Kepolisian Republik Indonesia. Dengan demikian, peserta tidak bisa memproses pengajuan paspor dan tercatat di Kepolisian sebagai orang yang memiliki kasus perdata jika kedapatan menunggak iuran.
"Jadi, mungkin itu bisa memperbaiki kelemahan sistem (IT) tersebut," jelas Luhut akhir pekan lalu.Luhut menyebut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menganggap ada yang salah dengan sistem IT BPJS Kesehatan. Maka itu, tawaran Ping An bisa jadi opsi menarik.
Terlebih, menurut dia, Ping An sudah punya pengalaman menangani sistem TI jaminan kesehatan China. Terbukti, piranti lunaknya sudah digunakan di 282 kota di negara tirai bambu tersebut. Sistem IT tersebut cukup kokoh lantaran bisa menampung data 403 juta orang, atau hampir dua kali lipat dari peserta BPJS Kesehatan yang berjumlah 222 juta.
Meski begitu, ia mengaku belum ada tindak lanjut dari pemerintah ihwal tawaran tersebut. Kemudian, ia masih belum tahu maksud Ping An dalam menawarkan bantuan tersebut.
"Saya tidak tahu (maksud mereka)," tutur Luhut.
Berdasarkan data audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan diproyeksi mencapai Rp28 triliun atau membengkak dari tahun lalu Rp9,1 triliun.BPJS Kesehatan memang dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, lembaga membutuhkan uluran tangan seiring potensi defisit anggaran yang semakin melebar tahun ini. Di sisi lain, lembaga tak bisa menerima uluran tangan begitu saja, jika tak ingin salah langkah dan membuat kinerja semakin memburuk.
Pengamat Asuransi Hotbonar Sinaga mengatakan Ping An tak mungkin membantu BPJS Kesehatan secara sukarela. Dalam dunia bisnis, tentu setiap tawaran ada timbal balik yang ingin diminta.
Menurutnya, dengan memperbaiki sistem IT BPJS Kesehatan, Ping An berkesempatan memiliki data 222,5 juta peserta di Indonesia. Kemungkinan terburuknya, Ping An bisa menjual data-data peserta BPJS Kesehatan ke perusahaan farmasi dan rumah sakit. Sebagai perusahaan asuransi, Ping An sejatinya bisa saja menggaet potensi penerimaan anorganik dari aktivitas tersebut.
Tak hanya itu, Ping An tidak pernah beroperasi atau memiliki kantor di dalam negeri. Akibatnya, publik tak bisa mengawasi rekam jejaknya. Sementara itu, menaruh kepercayaan pada perusahaan asuransi yang tak pernah ada di Indonesia malah memperburuk citra BPJS Kesehatan.
Tak heran jika kemudian ia mengendus aroma kecurigaan dari tawaran tersebut."Tak mungkin lah mereka kasih jasa secara cuma-cuma. There's no such things as free lunch," ujar Hotbonar.
Meski demikian, tawaran dari negara lain sejatinya perlu dipertimbangkan dengan seksama demi memperbaiki sistem administrasi BPJS Kesehatan. penawaran pihak asing untuk demi menyempurnakan sistem informasi teknologi kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru.
Ia mencontohkan perusahaan Jepang bernama PHC Medicom asal Jepang yang pernah menawarkan sistem pendaftaran rujukan poliklinik secara elektronik. Sistem tersebut juga bisa terintegrasi dengan data BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan. Hanya saja, ia masih belum tahu perkembangan dari penawaran tersebut.
"Mengapa tawaran asing perlu dipertimbangkan, karena saya masih meragukan kemampuan internal BPJS Kesehatan dalam mengurus sistem IT-nya sendiri. Kalau misalkan ada yang menawarkan, artinya memang ada yang melihat kemampuan internal ini terbatas," jelas dia.
Meski demikian, BPJS Kesehatan tetap perlu waspasa dengan tawaran tersebut. Lebih baik, BPJS Kesehatan segera mengkaji untung-rugi dari kerja sama tersebut.Jika nantinya Ping An akan membantu sistem IT BPJS Kesehatan, harus dipastikan bahwa akan ada transfer teknologi di kemudian hari.
"Jadi jangan sampai BPJS Kesehatan ini jadi punya budaya ketergantungan dengan luar negeri terus. Karena ini menyangkut teknologi dan utamanya data, maka harus tetap hati-hati," papar dia.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan bahwa BPJS Kesehatan sebenarnya tak perlu menerima tawaran China secara bulat-bulat. Sebab, salah langkah, pertahanan negara yang jadi taruhannya.
Data kesehatan bukanlah satu set data yang sembarangan. Menurut dia, data kesehatan suatu negara adalah cerminan kondisi demografis Indonesia. Artinya, jika data bocor, maka negara lain bisa mengetahui titik lemah Indonesia dari sisi medis.
![]() |
"Kalau asuransi asing melihat lebih jauh data ini, sungguh bahaya karena ini sudah menyangkut ketahanan bangsa kita. Nantinya, asing akan mendapat data statistik kondisi kesehatan rakyat Indonesia termasuk data tentang TNI dan Polri yang sakit," jelas Timboel.
Selain masalah keamanan, kehadiran Ping An disebutnya percuma lantaran sistem IT BPJS Kesehatan sudah cukup memadai. Hal ini terlihat dari data infrastruktur jaringan yang dimiliki BPJS Kesehatan.
Dirinya mencatat, saat ini BPJS Kesehatan memiliki 82 aplikasi yang terdiri atas 16 aplikasi pelayanan kesehatan, 19 aplikasi keuangan, 23 aplikasi kepesertaan, dan 24 aplikasi pendukung lainnya. Dari segi perangkat infrastruktur, data per 30 Juni 2019 menunjukkan bahwa BPJS Kesehatan memiliki 135 jaringan komunikasi data, jumlah penyelia sebanyak 263, dan ruang penyimpanan sebesar 1.212 Terabyte (TB).
Dengan catatan tersebut, seharusnya kehadiran Ping An tak usah diperlukan. "Jadi usulan tersebut saya rasa malah hanya menambah masalah daripada memperbaiki kondisi yang ada," tutur dia.
Alih-alih minta bantuan asing, yang perlu dilakukan oleh BPJS Kesehatan adalah menambah anggaran infrastruktur IT. Sistem IT BPJS Kesehatan harus terus dikembangkan demi mengikuti perkembangan jumlah peserta yang kian mengembang. Adapun hingga akhir tahun nanti, BPJS Kesehatan diproyeksikan memiliki 254 juta peserta atau naik sekitar 20 juta dibanding pertengahan tahun ini.
Tak hanya itu, diperlukan juga tambahan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli untuk mengoperasikannya. "Masalah IT memang masih bisa mereka lakukan secara internal, tak perlu bantuan asuransi asing. Pemerintah proaktif dong, minta BPJS Kesehatan naikkan alokasi anggaran untuk infrastruktur teknologi," tutur dia.Dia berpendapat, perbaikan sistem IT sebagai jalan untuk menambal defisit arus kas juga dianggap sebagai sesat berpikir. Jika memang BPJS Kesehatan selalu tekor, seharusnya yang disalahkan adalah kinerja manajemen, bukan malah mengkambinghitamkan sistem IT.
Ia menyebut banyak hal yang ia lihat tak pernah maksimal dilakukan oleh direksi dan dewan pengawas. Misalnya, menagih piutang tagihan yang belum dibayar, menagih tagihan dari pemerintah daerah, menekan rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) agar tidak semua penyakit diklaim rumah sakit, hingga penegakan hukum terkait kolektibilitas yang tak maksimal.
"Masalah defisit ini lebih karena masalah kinerja, dan tentu solusinya bukan dengan mengundang pihak asing di sistem IT," pungkas dia.
[Gambas:Video CNN] (lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2PjfFNN
via IFTTT
No comments:
Post a Comment