
Perang dagang diramal BI akan membuat kondisi perekonomian global mendung. Kondisi tersebut tidak mendukung rupiah untuk menguat ke level Rp13 ribu-an lagi dalam waktu dekat ini.
"Kami tidak berharap rupiah langsung menguat di bawah Rp14.000 per dolar AS karena memang kondisi ekonomi global seperti itu," ujar Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti di Jakarta, Rabu (28/8).
Destry mengungkapkan seiring peningkatan perang dagang antara AS-China, pergerakan rupiah cenderung melemah ke kisaran Rp14.100 hingga Rp14.200-an per dolar AS selama beberapa waktu terakhir. Kecenderungan pelemahan tak hanya dialami rupiah sendiri, tapi juga mayoritas mata uang di dunia, terutama negara berkembang.
"Perang dagang AS-China mendorong terjadinya depresiasi yuan China. Biar bagaimana pun yuan merupakan salah satu 'simbol' mata uang negara berkembang'. Saat yuan terdepresiasi itu akan mendorong mata uang lain terdepresiasi," ujarnya.Melihat masalah itu, BI akan berupaya menjaga keyakinan pasar terhadap perekonomian. " Ekonomi kita masih ada pertumbuhan, inflasi terjaga, fiskal kita juga sangat terjaga," ujarnya.
Selain itu, untuk menjaga stabilitas rupiah, BI juga menyederhanakan syarat bagi pelaku pasar untuk bisa melakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). DNDF merupakan transaksi jual-beli valuta asing dengan kontrak jangka waktu tertentu yang terjadi di pasar valas domestik.
Instrumen ini bisa digunakan sebagai alternatif lindung nilai bagi masyarakat. "Setidaknya, kita (rupiah) bergerak sama dengan negara-negara lain dengan volatilitas yang lebih terjaga," tuturnya.
Sebagai informasi, kurs rupiah tercatat di posisi Rp14.245 per dolar pada perdagangan pasar spot Rabu (28/8) pagi ini. Angka itu menguat tipis dari perdagangan Selasa (27/8), Rp14.255 per dolar AS.
[Gambas:Video CNN] (sfr/agt)
from CNN Indonesia https://ift.tt/324Hbju
via IFTTT
No comments:
Post a Comment