Berdasarkan keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Kamis, perlakuan khusus tersebut berupa pelonggaran aturan restrukturisasi, penilaian kualitas kredit/pembiayaan syariah, dan atau pemberian kredit atau pembiayaan syariah baru di seluruh kabupaten/kota di Pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa, serta Kabupaten Sumbawa Barat.
Berdasarkan kunjungan Ketua Dewan Komisioner OJK dan perwakilan industri jasa keuangan pada 13 Agustus 2018 ke Desa Bentek dan Desa Rempek di Kabupaten Lombok Utara, dan data yang dikumpulkan sampai dengan 21 Agustus 2018, terdapat 39.341 debitur perbankan yang terkena dampak dengan nilai kredit sebesar Rp1,52 triliun pada 15 bank umum dan 17 bank perkreditan rakyat.
Perlakuan khusus terhadap kredit/pembiayaan syariah mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam, yang meliputi beberapa hal.
Pertama, mengenai penilaian kualitas kredit. Penetapan kualitas kredit dengan plafon maksimal Rp5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan/atau bunga.
Sementara itu, bagi kredit dengan plafon di atas Rp5 miliar, penetapan kualitas kredit tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu PBI No 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Sedangkan, penetapan kualitas kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
Kedua, kualitas kredit yang direstrukturisas. Kualitas kredit bagi bank umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan "lancar" sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner. Restrukturisasi Kredit tersebut di atas dapat dilakukan terhadap kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana.
Ketiga, pemberian kredit baru terhadap debitur yang terkena dampak. Bank dapat memberikan kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam. Penetapan kualitas kredit baru tersebut di atas dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit yang telah ada sebelumnya.
Keempat, perlakuan untuk bank syariah. Perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain.
Selain itu, terdapat 20 perusahaan di industri keuangan nonbank (IKNB) yang juga terkena dampak.
Pada umumnya, perusahaan IKNB yang terdampak adalah perusahaan perasuransian dan perusahaan pembiayaan.
Bagi perusahaan pembiayaan, OJK mendorong untuk melakukan pendataan debitur yang terdampak gempa dan mengalami kesulitan pembayaran angsuran. Sehingga, perusahaan pembiayaan dapat memberikan relaksasi kepada debitur, antara lain, berupa penjadwalan ulang pembayaran angsuran, diskon biaya administratif; dan penghapusan denda akibat keterlambatan pembayaran angsuran.
Selanjutnya, perusahaan pembiayaan diminta melaporkan secara berkala kepada OJK mengenai progres penanganan restrukturisasi debitur yang tertimpa musibah.
Bagi perusahaan perasuransian, OJK mendorong pendataan para tertanggung atau pemegang polis asuransi yang mengalami kerugian akibat gempa bumi. Sehingga, dapat segera dilakukan proses penanganan klaim secara profesional dan, jika diperlukan, melakukan jemput bola untuk meringankan beban pemegang polis yang tertimpa musibah.
OJK akan terus melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap perkembangan kondisi daerah yang terdampak bencana dan akan mengambil langkah-langkah lanjutan yang diperlukan.
Baca juga: OJK catat 34.668 debitur terdampak gempa NTB
Baca juga: Rekonstruksi bangunan pascagempa mulai awal September
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
COPYRIGHT © ANTARA 2018
No comments:
Post a Comment